Senin, 27 Mei 2013

Rantau 1 Muara
oleh Ahmad Fuadi

SINOPSIS

Alif merasa berdiri di pucuk dunia. Bagaimana tidak? Dia telah mengelilingi separuh dunia, tulisannya tersebar di banyak media, dan diwisuda dengan nilai terbaik. Dia yakin perusahaan-perusahaan akan berlomba-lomba merekrutnya.
Namun Alif lulus di saat yang salah. Akhir 90-an, krisis ekonomi mencekik Indonesia dan negara bergolak di masa reformasi. Satu per satu, surat penolakan kerja sampai di pintunya. Kepercayaan dirinya goyah, bagaimana dia bisa menggapai impiannya?
Secercah harapan muncul ketika Alif  diterima menjadi wartawan di sebuah majalah terkenal. Di sana, hatinya tertambat pada seorang gadis yang dulu pernah dia curigai. Ke mana arah hubungan mereka? Dari Jakarta, terbuka cakrawala baru. Alif meraih beasiswa ke Washington DC, mendapatkan pekerjaan yang baik dan memiliki teman-teman baru di Amerika. Hidupnya berkecukupan dan tujuan ingin membantu adik-adik dan Amak pun tercapai.
Life is perfect, sampai terjadi peristiwa 11 September 2001 di World Trade Center, New York, yang menggoyahkan jiwanya. Kenapa orang dekatnya harus hilang? Alif dipaksa memikirkan ulang misi hidupnya. Dari mana dia bermula dan ke mana dia akhirnya akan bermuara?
Mantra ketiga “man saara ala darbi washala” (siapa yang berjalan di jalannya akan sampai di tujuan) menuntun perjalanan pencarian misi hidup Alif. Hidup hakikatnya adalah perantauan.
Rantau 1 Muara bercerita tentang konsistensi untuk terus berkayuh menuju tujuan, tentang pencarian belahan jiwa, dan menemukan tempat bermuara. Muara segala muara.
“Tadi pagi gua berangkat sekolah sarapan pakek pizza minum segelas susu dan cemilan bertaraf ratusan ribu, sebelum berangkat sekolah gua sempetin buat buka Ipad gua dulu abis itu gua minta sopir gua supaya nganter gua ke sekolah dengan sebuah alphard mewah seharga lebih dari 1M. itu adalah keseharian gua dan gua merasa bahwa memang gua lah si pemilik dunia ini karena apapun yang gua mau pasti selalu ada” Subhanallah, semoga kita bukan termasuk orang-orang yang sombong apalagi merasa bahwa dunia milik kita sendiri, astaghfirullohaladzim.. shobat yang di rahmati Allah, segala sesuatu yang kita miliki atau yang diberikan kepada kita tidak lain dan tidak bukan adalah pemberian dari Allah, dan kita harus pandai mensyukurinya Fabiayyi ‘ala irobbikuma tukadziban...
Nikmat tuhanmu yang mana engkau dustakan???